Kesiapan Psikologis Menghadapi Bencana Alam
(Peluang dan Tantangan Mahasiswa Psikologi pada saat Bencana Alam) Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang intensitas terjadinya benca...
(Peluang dan Tantangan Mahasiswa Psikologi pada
saat Bencana Alam)
Bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang intensitas terjadinya bencana alam cukup
tinggi. Hampir setiap tahun, bangsa ini mengalami bencana alam, data dari Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis jumlah bencana alam yang terjadi
di Indonesia sepanjang tahun 2011 mencapai angka 1.598. Jumlah tersebut memang
terbilang cukup besar namun lebih kecil ketimbang 2010 dengan jumlah 2.232
kasus. Bencana itu telah menelan korban meninggal dan hilang sekitar 834 orang.
Sementara itu, 325.361 orang dilaporkan menderita dan harus mengungsi. Selain
merenggut nyawa ratusan orang, bencana yang terjadi selama 2011 itu juga
menyebabkan kerugian material.
Tercatat,
15.166 unit rumah penduduk rusak berat, 3.302 rusak sedang, dan 41.795 unit
rusak ringan. dari 1.598 kejadian bencana tersebut, sekitar 75 persen adalah
bencana hidrometeorologi, seperti banjir, kebakaran, dan puting beliung.
Berdasarkan jumlah kejadian terbanyak, paling banyak adalah banjir 403
kejadian, kebakaran 355, dan puting beliung 284. Sedangkan bencana geologi
seperti gempa bumi (11 kali atau 0,7 persen), tsunami (1 kali atau 0,7 persen)
dan gunung meletus (4 kali atau 0,2 persen). Dampak yang ditimbulkan oleh gempa
bumi 5 orang meninggal dan rumah rusak sebanyak 7.251 unit.
Bukan
hanya di Indonesia, bencana alam pun melanda dunia. Laporan statistik PBB dari
tren bencana tahun 2011 menyebutkan, kerugian ekonomi akibat bencana alam,
termasuk gempa, badai dan banjir sepanjang tahun lalu mencapai 366 milyar
dolar. PBB melaporkan sekitar 206 juta orang terkena dampak kurang lebih 300
bencana alam tahun 2011. 30.000 orang tewas akibat berbagai bencana itu.
Peristiwa Bencana Alam
Salah
satu bencana alam yang terjadi pada tahun 2011 adalah gempa bumi berkekuatan
7,1 SR mengguncang kawasan Cilacap, Jawa Tengah sekitar pukul 03.06 WIB, Senin,
4 April 2011. Gempa di Cilacap juga dirasakan warga di kota-kota lainnya
seperti Jakarta, Yogyakarta, Kebumen, Purworejo, Denpasar, Bandung dan Bogor. Peringatan
tsunami sempat dikeluarkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) saat gempa mengguncang di Cilacap sebab gempa terjadi di lautan dengan
skala lebih dari 6,5 SR dan memiliki kedalaman yang dangkal. Meski tidak
memakan kerugian yang besar, namun peristiwa gempa di Cilacap bisa menambah
daftar rentetan peristiwa gempa di Indonesia.
Secara
geologis, Indonesia berada pada batas pertemuan tiga lempeng tektonik utama
dunia yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik.
Kondisi ini mengakibatkan pada beberapa daerah terdapat aktivitas gempa dan
vulkanisme yang aktif. Sepanjang sejarahnya, Indonesia telah beberapa kali
dilanda gempa bumi dengan kekuatan yang sangat dahsyat yang menyebabkan
jatuhnya banyak korban. Rentetan kejadian gempa besar dan tsunami kemudian
terjadi secara berantai setelah tahun 2004, termasuk kejadian gempa Nias tahun
2005, gempa Jogya tahun 2006, gempa-tsunami Pangandaran tahun 2006,
gempa-tsunami Bengkulu tahun 2007, dan gempa-tsunami
Mentawai yang terjadi pada bulan September 2010.
Dalam
upaya menangani dampak bencana alam di Indonesia dibutuhkan keseriusan untuk
merancang program-program yang secara real mampu memberikan dampak positif bagi
daerah rawan bencana. Selama ini pemerintah kurang memperhatikan, serta tidak
waspada dengan kondisi yang ada. Kedepannya, butuh sikap peduli yang tinggi
dalam menyikapi peluang terjadinya bencana di seluruh wilayah rawan bencana di
Indonesia.
Psikologi di Masa Depan
Bencana
alam akan mengakibatkan korban merasa kehilangan, kedukaan, goncangan, tekanan
psikologis (stress) dan trauma. Ada
dua macam gangguan psikologis yang dialami korban bencana alam yaitu gangguan ringan
dan gangguan berat. Gangguan ringan meliputi, Gangguan Emotif (terkejut,ketakutan, sering merasa cemas, marah, menyesal,
merasa bersalah, mendapat cobaan,malu, berdosa, terhukum, diperlakukan tidak
adil, merasa tanpa harapan (hopeless),
tanpa arti, hampa, sendirian, kesepian, terasing, kehilangan minat, tak berdaya
atau kehilangan rasa gembira dan cinta kasih, depresi).
Serta
Gangguan kognitif (bingung, tanpa arah, tak mampu mengambil keputusan, kuatir,
tak bisa konsentrasi, kehilangan ingatan, mengutuk diri sendiri, menghindari
hal-hal yang dapat mengingatkannya pada peristiwa traumatik itu). Gangguan
somatik (denyut jantung lebih cepat, tegang, badan mudah lelah, gemetaran,
duduk tidak tenang, hiperaktif atau sebaliknya diam kaku, insomnia, lidah kaku,
jantung berdebar lebih cepat, nafsu makan tidak ada, nafsu seks menurun, dada sesak,
sulit tidur atau sebaliknya ingin tidur terus, mengigau, nafas pendek, dan
tekanan darah naik atau turun, menderita kelelahan fisik karena kelainan
psikologis); .Gangguan hubungan antarpribadi (mudah curiga, saling
mempersalahkan, menyalahkan pihak lain, merasa tidak dapat menolong orang lain,
mudah membenci, mudah marah, konflik, menarik diri, mengurung diri, mudah
tersinggung, tidak dapat akrab atau intim dengan orang lain, merasa ditolak).
Gangguan
berat meliputi: Disosiasi untuk sementara kehilangan kesadaran
(depersonalisasi: tentang diri sendiri; derealisasi tentang lingkungan; juga:
pindah tempat (jalan/ terbang/ naik bis/ KA/ mobil/ dllnya) tanpa kesadaran
tahu-tahu sudah sampai di daerah lain dan tak bisa menceritakan kembali caranya,
amnesia, berbicara kacau, berbicara sendiri dan sudah tidak merasa malu lagi); mimpi
buruk (mimpi di siang bolong ketika dia sadar); mati rasa (kosong, tidak bisa
merasakan apa-apa); menjadi ketagihan merokok; mencuri untuk mengekpresikan
kemarahannya; meledak-ledak (serangan panik, mudah marah, mudah tersinggung,
tak bisa tenang); kecemasan berat (kecemasan yang sangat mengganggu, obsesif,
kompulsif, merasa sendirian sama sekali); depresi berat (merasa tak berguna, tak ada
harapan sama sekali, tak ada gunanya, tak ada artinya, semua menyedihkan);
tindakan bunuh diri.
Adanya
gangguan psikologis pada korban bencana alam itulah yang menyebabkan perlunya
diadakan layanan psikologis pasca bencana alam. Peran psikolog atau pun
mahasiswa psikologi dapat turun membantu dan memberikan sumbangsih positif guna
memberikan kondisi yang lebih baik bagi para korban bencana alam. Hampir setiap
bencana yang terjadi, pihak yang membantu masih terfokus pada bantuan berupa
fisik saja. Padahal bantuan secara psikologis pun menjadi sebuah kunci untuk
menghadapi kondisi sulit bagi para korban bencana. Bantuan psikolog memiliki
peran penting untuk kembali menciptakan kemampuan bertahan para korban bencana.
Berbagai
upaya bisa dilakukan dalam menyelamtkan korban bencana, dukungan sosial
merupakan salah satu upaya dalam memberikan penanganan pada bantuan korban
bencana, dukungan sosial sebagai interaksi atau hubungan sosial yang memberikan
individu-individu bantuan nyata atau yang membentuk keyakinan individu dalam
suatu sistem sosial bahwa dirinya dicintai, disayangi dan ada kelekatan
terhadap kelompok sosial atau pasangannya. Atau dengan Terapi untuk anak-anak
dan remaja korban bencana gempa bumi.
Kedepannya,
Indonesia berpeluang untuk menghadapi bencana alam yang mulai dari sekarang
patut untuk diwaspadai. Upaya pihak terkait dalam penangan serta antisipasi
dampak bencana setidaknya bisa menjadi perhatian khusus. Diperlukan studi
bencana alam serta sosialisasi, hingga pelatihan kesiapan mental bagi para
warga yang ada di kondisi rawan bencana. Semoga kepedulian pemerintah akan
bencana alam bisa terealisasikan, dengan turut serta dalam memberikan
pengetahuan akan proses serta menciptakan kesiapan psikologis dalam menghadapi
bencana alam.
Tentunya
menghadapi berbagai tantangan dan peluang di masa depan, mahasiswa psikologi
dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi peristiwa tersebut. Allport
mengatakan bahwa pandangan orang sehat ada pada peristiwa-peristiwa kontemporer
dan peristiwa yang akan datang, tidak mundur kembali kepada peristiwa masa
kanak-kanak. Semoga di masa depan, psikologi dapat kian berkembang dan
memberikan manfaat positif bagi perkembangan bangsa Indonesia. Mari
Optimis!
___________________________________________________________________
Tulisan ini meraih Juara I pada Lomba Menulis Hari Lahir Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar ke-13
Post a Comment: