Mitch Albom
Saya selalu merasa terlambat. Begitu pun dengan perkenalan saya dengan Mitch Albom. Saya masih ingat pertama kali mengenal karyanya. Saya m...
Saya selalu merasa terlambat. Begitu pun dengan perkenalan
saya dengan Mitch Albom. Saya masih ingat pertama kali mengenal karyanya. Saya
membacanya di sebuah toko buku di kota Charlottetown, Kanada. Saat itu saya tak
membelinya, hanya membaca beberapa lembar. Beberapa Minggu setelah itu, saat
kembali ke Indonesia, barulah saya sempat membaca dan memulai mengenal Mitch
Albom. Awalnya, saya tertarik dengan buku pertama yang say abaca dari Mitch,
The Time Keeper. Buku yang bercerita tentang waktu. Penemu jam pertama di
dunia, yang dihukum karena mencoba untuk mengukur karunia Tuhan yang terbesar.
Hanya manusia yang menghitung waktu. Setelah itu saya membaca “Tuesdays With
Morrie” yang mengisahkan pertemuan dan pelajaran dari Profesor idolanya.
Pribadi professor Mitch itu sangatlah sederhana. Walhasil, pertemuan demi
pertemuan membahas sejumlah hal penting yang patut dipelajari. Seperti cara
bersyukur, cara memandang hidup, menikmati waktu dan hal penting lainnya. Saat
membaca itu, saya mencoba mencari - cari sosok seorang profesor yang dengan
senang hati dapat diajak berdiskusi dengan saya atau mahasiswanya dengan bebas.
Tapi, sampai saya menulis semua ini, saya merasa kesulitan menemukan profesor
seperti Morrie. Mungkin Mitch beruntung bisa bertemu dengan orang seperti itu.
Saya juga berharap, nanti saya dapat menemukan seseorang yang seperti Morrie.
Akan lebih baik jika saya menemukannya di dalam diri saya sendiri.
Salah satu yang membuat saya menikmati karya Mitch adalah
kemampuannya menceritakan waktu dengan cara yang berbeda. Di buku yang berjudul
“The Five People You Meet in Heaven” Mitch seperti bercerita tentang
penemuannya dengan berbagai pelajaran dari tiap orang yang kita temui. Setiap
waktu, setiap orang yang kita kenali atau temui, akan selalu terhubung dengan
kita. Membaca Mitch seperti menjadi serangkain upaya untuk menikmati alur
kehidupan dengan cara yang berbeda. Barangkali, dengan menulis catatan ini saya
seolah mengajak orang lain untuk mencoba membaca Mitch. Sebenarnya tidak, saya
hanya sedang belajar membuat catatan ringkas tentang apa yang pernah saya baca.
Pun jika seseorang terpengaruh, mungkin seseorang itu beruntung. Sekaligus
mungkin akan berutang pada rasa penasarannya, jika ada. Saya kadang berpikir,
mengajak orang untuk membaca sesulit meminta mereka berhenti menghitung waktu.
Mungkin itu juga, mengapa di dalam Islam, perintah membaca menjadi pertama dan
utama. “IQRA.”
Post a Comment: