Seseorang Ingin Pulang Menjelang Lebaran
Tiba masa ketika saya belajar menulis dan merasa tak mampu menulis. Saya terus menertawakan seseorang dalam diri saya. Mungkin saya mulai...
Tiba
masa ketika saya belajar menulis dan merasa tak mampu menulis. Saya terus
menertawakan seseorang dalam diri saya. Mungkin saya mulai percaya jika tak seorang pun di muka
bumi ini akan benar-benar tahu siapa dirinya yang sesungguhnya. Salah satu alasan
saya tak menghapus sejumlah tulisan lama adalah untuk menertawakan dan juga
menjadikannya jalan untuk menemukan diri saya. Seseorang dalam diri saya,
pernah mengajari saya cara itu.
Katanya, “Cara itu akan cukup membantu untuk
menghindari kebiasan yang kadang menyerang manusia pada umumnya, yaitu
merendahkan orang lain.” Selain itu, saya mungkin tidak akan pernah merasa
lebih baik dari orang lain. Di satu sisi, itu tidak akan membuat saya percaya
diri. Tapi dengan berat hati, saya merasa cara itulah yang tepat untuk
seseorang dalam diri saya. Terlalu percaya membuat saya kadang kelelahan dan
mengalami sejumlah kekalahan.
Setiap
orang akan selalu punya titik yang membuatnya merasa baik. Mungkin cukup baik.
Saya merasa punya beberapa titik. Setiap pagi saya membaca puisi orang lain
demi seseorang dalam diri saya. Meski pun akhir - akhir ini saya jarang bertemu
pagi. Seseorang dalam diri saya merasa amat rindu kepada pagi. Entah apa yang
dia inginkan dari pagi. Memulai hari tak selamanya harus dimulai dari pagi,
tapi tetap saja seseorang dalam diriku itu merasa jika pagi adalah titik awal.
Titik yang membuat semua terasa lebih baik.
Beberapa
hari yang lalu, saya bertemu satu, dua orang yang mengira saya pandai
menyembunyikan diri. Tebakan itu membuat saya merasa sedikit gamang. Selama
ini, saya tak pernah bermaksud menjadi orang lain atau menyembunyikan seseorang
demi seseorang. Pun jika benar yang mereka katakan, itu berarti ada seseorang
yang pandai berontak dalam diri saya. Entah siapa mereka! “Mungkin karena kamu
belajar psikologi” kata mereka. Sesungguhnya, psikologi itu ruang yang kadang
membuat saya ketakutan.
Pada akhirnya, psikologi membuat saya merasa jika
manusia hanya berusaha terbebas dari sejumlah perangkap yang ada. Mereka masuk
di perangkap lalu terbebas, dan kembali menuju perangkap yang baru.
Menyedihkan! Seorang
lain dalam diri saya percaya hal sebaliknya. Manusia lahir untuk menemukan
kebahagaian. Dari satu bahagia menuju bahagia selanjutnya. Tuhan selalu
menjanjikan banyak kebahagiaan. Meski sehari - hari ada banyak hal yang kadang
membuat kita berpikir jika Tuhan keliru. Kebahagiaan hanya omong kosong.
Sesungguhnya saya berusaha untuk memperkenalkan beberapa orang yang mendiami
tubuh saya. “Bagaimana jika kita berganti roh?” atau “Bagaimana jika aku
memiliki dua roh?” Pernah,
seseorang memintaku berbicara tentang roh dan roh dalam tubuhku. Seseorang itu
tak ada dalam diriku, namun ingin masuk dalam tubuhku menjadi orang lain. Orang
yang ingin mengenalkanku pada sejumlah hal yang tak biasa kupikirkan.
Catatan
ini terlalu berantakan lantaran dipenuhi beberapa orang. Kemarin saya hendak
menerjemahkan karya Jorge Luis Borges, seorang penulis asal Argentina. Saya juga
sempat ingin menulis cerita seperti Borges, “The Other.” Tapi, kucing yang saya
beri nama “Maret” tiba - tiba melompat ke tumpukan buku dan menjatuhkan buku
yang belum sempat saya selesaikan. Buku “The Famished Road” karya Ben Okri,
cerita tentang roh di awal babnya membuat saya kembali ingin mengulang dan
menamatkannya esok pagi. Sekaligus membiarkan seseorang dalam diri saya
menuntaskan rindunya kepada pagi. Seseorang, maukah kau jadi seseorang yang
lebih baik dari diriku?
Post a Comment: