Pidato Penerimaan World Reader’s Award
Eka Kurniawan Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada World Reader’s Award yang menganggap karya saya berharga untuk menerima a...
Eka Kurniawan |
Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada
World Reader’s Award yang menganggap karya saya berharga untuk menerima
anugerah ini. Penghargaan ini diberikan di Hongkong pada tanggal 22 Maret 2016,
tapi pada saat itu saya tidak bisa menerimanya secara langsung. Pada malam
istimewa ini, saya merasa terhormat berada di sini dan ingin mengapreasiasi
Makassar International Writer Festival yang telah menyerahkan anugerah World
Reader’s Award kepada saya.
Penghargaan ini bukan saja diberikan kepada saya dan karya saya,
tapi juga menjadi sebuah momentum penting bagi kebebasan di Indonesia.
Pembakaran, pelarangan, dan sensor buku yang merajalela di mana-mana menjadi
bayangan hitam yang selalu mengikuti kita sepanjang sejarah. Kita tidak bisa
melupakan dan membiarkan peristiwa-peristiwa buruk mengulang lagi masa lalunya.
Pemberangusan buku berarti pembunuhan kepada manusia dan ide-ideanya.
Di era internet dan
digital, kehadiran teknologi meramal kematian pemberangusan intelektual, tapi
sampai hari ini, kenyataannya tidaklah tepat. Tidak hanya pembakaran buku, tapi
pengaburan gambar di media visual, sensor pada film, dan pelarangan acara-acara
kesenian menjadi peristiwa yang kerap terjadi. Makassar International Writer
Festival adalah sebuah ruang kecil di Indonesia yang merayakan kebebasan itu,
dan kita yang berada di sini secara langsung berkumpul untuk berani menuliskan
narasi dan catatan kita terhadap kesewenang-wenangan aksi yang bertujuan untuk
membungkam.
Sejak dulu, manusia
tidak pernah berhenti mendongengkan kisah-kisah hebat. Para penulis agung
mengajarkan kita tentang manusia dan petualangannya, manusia dan ikatannya
kepada kosmos, manusia dan rahasianya, manusia dan kemanusiaannya. Saya dididik
oleh mereka semua, tumbuh, dan ditemani mereka. Saya mendengarkan suara-suara
mereka di halaman-halaman buku yang saya baca di perpustakaan-perpustakaan dan
toko-toko buku seluruh dunia. Dengan penuh kerendahhatian, saya selalu
mengingat para guru-guru rohani saya dan membawa mereka di perjalanan hidup
saya.
Hari ini, Makassar
International Writer Festival akan ditutup, tapi suara dan ide yang selama
empat hari disampaikan lewat berbagai acara tidak akan ditutup. Tembok-tembok
raksasa di sepanjang benteng Fort Rotterdam yang mengelilingi acara festival
tidak menjadi tembok yang memenjara pikiran dan kebebasan kita. Dengan penuh
rasa hormat, saya bergembira jika cerita-cerita saya dan penghargaan ini bisa
membesarkan hati siapapun yang sedang berjalan di dalam kesendirian dan
kesunyiannya.
Makassar, 21 Mei 2016
Eka Kurniawan
*Pidato ini dibacakan pada Malam Penutupan Makassar International Writer Festival 2016, 21 Mei 2016.
2 comments
berjalan di dalam kesendirian dan kesunyiannya.
ReplyKalimat ini saya suka. Penulis yang dimaksud.
sepakat.
ReplySelamat belajar, kita sama-sama belajar.