Dugaan Terakhir
Di lokasi kejadian, tergeletak di lantai sisa tali sepanjang satu meter yang digunakan W untuk menggantung dirinya beberapa waktu lalu. W menghembuskan napas terakhirnya, tepat seminggu sebelum tunggakan utang di sebuah bank harus segera dia lunasi. Tubuhnya telah kaku dan mulai mengeluarkan aroma tajam, di beberapa bagian mulai membengkak, akan tetapi tidak ada seorang pun yang sadar akan kematian W.
Hidup W saban hari hancur sejak dua tahun lalu. Dimulai setelah anak dan istrinya pergi meninggalkan W seorang diri. Alasannya cukup pelik, W yang tidak punya pemasukan lagi dari bisnis kuliner yang sempat ramai beberapa tahun lalu. Bisnisnya sempat ramai dan membuat hidupnya terbilang sejahtera. Namun, sejak pandemi, bisnisnya tidak lagi memberi hasil yang sesuai harapan hingga memaksa W untuk gulung tikar.
Karyawannya sudah tidak bisa digaji penuh, biaya operasional semakin meningkat, dan penjualan semakin lesu. Perlahan tapi pasti, usahanya kian mengkhawatirkan. W mencoba meminjam uang di sebuah bank swasta, seperti saat pertama kali dia mengembangkan bisnis kulinernya sebelum menikah. Dia menduga, pilihan ini akan menyelamatkannya dari krisis. Sayangnya, upaya itu tidak membuahkan hasil sama sekali.
Anak semata wayangnya yang hendak masuk sekolah ditambah kebutuhan sehari-hari, membuat uang itu habis tanpa ada perencanaan yang jelas. Kondisi semakin parah, saat W mengetahui jika L, mantan kekasih istrinya mulai menjalin hubungan gelap. Istri W mencoba untuk tetap setia menemani suaminya yang diambang sengsara, akan tetapi dia juga tidak bisa menolak hasratnya untuk bercerita dan bertukar pikiran dengan L.
Terlebih sejak istri L meninggal akibat Covid-19, hubungan mereka kembali terjalin. W sendirilah yang membuat hubungan itu kembali, lantaran W meminta istrinya untuk mengirimkan ucapan duka kepada L, yang sebenarnya adalah sahabat dekatnya sejak kuliah. W paham jika istrinya bisa memberi pengaruh yang baik untuk membuat L merasa lebih baik setelah terpukul kehilangan istrinya. W tidak pernah menduga, jika rasa yang dulu pernah terjalin di antara istrinya dan L bisa kembali mencuat dengan mudah.
Berbeda dengan W, L bekerja di pemerintahan sekaligus anggota partai yang punya simpatisan loyal. Saat mengetahui kabar keluarga W yang ada di ujung tanduk, L mengajak istri W bertemu di sebuah pusat perbelanjaan dan berbincang cukup lama di sebuah restoran. Mudah bagi istri W untuk berbincang lepas dengan orang yang pernah dia cintai. Tak lama sejak pertemuan pertama waktu itu, pertemuan demi pertemuan pun terjadi dan tanpa sepengetahuan W sama sekali.
Semua itu terungkap kala W dan istrinya bertengkar hebat perkara utang yang kian menumpuk dan sulit untuk dilunasi. Emosi W pun lebih mudah marah dan sensitif. Dulu, anaknya tidak pernah dia bentak sama sekali, tapi kini intonasi suara W mulai berubah, sesekali bahkan membentak. Begitu juga saat W menghadapi istrinya yang tiap hari mulai merasa cemas dengan kondisi keuangan keluarga.
"Aku ingin hidup dengan L saja!" saat mendengar istrinya mengatakan itu, pikiran W mencoba menerka, apa maksud pernyataan istrinya. Hingga tak lama kemudian, istrinya sendiri yang menjelaskan kedekatannya bersama L. Tanpa perlu banyak penjelasan, L paham dengan situasinya, situasi istri, anak, dan keluarganya.
***
"Mohon maaf pak, tagihannya diharapkan lunas bulan ini kalau tidak, rumah bapak yang jadi jaminan akan disita pihak bank!" di kepala W, suara pegawai bank itu terus terdengar. Setelah berusaha meminjam uang di orang terdekatnya, dia tidak mendapatkan pinjaman sama sekali. L sempat terlintas di kepalanya, namun dia tidak ingin mencoreng harga dirinya, terlebih saat tahu jika L benar-benar mampu membahagiakan istrinya jauh lebih baik dibanding dirinya yang dulu. Rasa cemburu, iri, dan amarah bercampur tanpa tahu harus diungkapkan seperti apa.
Tiap kali mengingat cerita istrinya tentang L dan kehidupan yang menjanjikan, W tertawa seorang diri.
"Hanya orang bodoh yang percaya politukus seperti L!"
"Bajingan keparat itu tidak pernah berubah, dia licik!"
W menduga, jika semua yang dilakukan L kepada istrinya hanyalah omong kosong belaka. Tapi dugaan itu salah, L memperlakukan istri W dengan jauh lebih baik dari apa yang diterima dari W. Begitu juga dengan anak W, kasih sayang berlimpah dari L membuatnya seakan lupa, jika dirinya punya bapak kandung di tempat lain.
Saat hari kematian W tiba di penghujung bulan Juli, dia tiba-tiba terkenang dengan sebuah masa yang indah. Saat sehari sebelum mereka memutuskan untuk menikah, W merasa sangat bersemangat mendengar teriakan istrinya kala ia mendukung W saat lomba tarik tambang di lapangan. Alhasil, W menang dan terus mengingat kejadian itu dengan menyimpan tali yang pada akhirnya dia gunakan untuk menghabisi nyawanya sendiri.
***
Dua minggu berlalu, mayat W masih tergantung, warnanya mulai keunguan dan aroma tak sedap semakin terkuak. Sementara di luar rumah, para tetangga mengibarkan bendera merah putih, banyak penjual bendera di tepi jalan, anak-anak sekolah bersiap mengikuti lomba gerak jalan, persiapan lomba dan upacara di lapangan pun sudah disiapkan, dan suasana menyambut kemerdekaan kian terasa lebih meriah, terlebih ini jadi perayaan pertama selepas pandemi.
Di lantai rumah W, debu kian menebal, bahkan menyelimuti tali bersejarah milik W. Dan pada mayat W yang kaku dan bengkak, kerumunan lalat seolah ikut merayakan kemerdekaan. Lima menit sebelum W gantung diri kala itu, dia menduga pilihan inilah yang akan membuatnya merdeka dari penderitaan. Dugaan terakhirnya itu, tidak perlu kita hiraukan.*
*Pertama kali dimuat di Kompas.id pada tanggal 20 Mei 2023.
Post a Comment: